Diberdayakan oleh Blogger.

Rabu, 05 September 2012

Pulau Cangke: Sebuah Kesederhanaan dan Kasih Sayang Tulus


sedikit sesalku, karena postingan ini terkubur selama dua tahun, bukan postingan yang menarik memang, tapi setidaknya saya pernah menyebut mereka dan pulau cangke, sehingga namanya abadi dalam ranah maya, izinkanlah aku untuk bertutur seadanya. bagaimana ya kabar mereka sekarang? makassar,  8 agustus 2012  Pulau Cangke, Sebuah Kisah & Cerita
sore itu saya sedang duduk melamun dipantai,  samar samar pekikan camar mengusik pendengaranku. entah mengapa lamunanku tertuju ke masa silam, saat saya dan kawan - kawan Geo’s ( sebutan kami untuk mahasiswa prodi geografi universitas negri makassar angkatan 2010 ) menyambangi pulau cangke. sebuah pulau di gugusan kepulauan spermonde di selat makassar yg terletak di wilayah administrasi kabupaten pangkep.
pekikan camar itu membawaku ke suasana kehangatan yang membekas hingga kini. kenangan kenangan itu kembali. saat praktikum lapangan geologi dan geomorfologi dasar.
pulau ini sebenarnya tidak terpencil karena jarak dari dermaga hanya dua jam lebih. tapi karena akses kesana sangat kurang, populasinya hanya 3 orang lansia dan beberapa unggas serangga dan vegetasi yang cukup rapat yang membuat tempat ini agak terpencil. terlebih lagi penghuninya yang sudah renta, yang membuat aktivitas di pulau ini hanya sekadar memancing dan menjemur ikan saja. tak ada komunikasi terhadapa dunia luar. hanya anak dan cucunya yang tinggal di pulau lain yang sering mengunjungi mereka. juga beberapa kali ada juga pendatang seperti kami yang bukan keluarga mereka tapi sambutan mereka sangat hangat bak kedatangan sanak keluarga nun jauh dan lama tidak pernah berjumpa. agar kami tidak merasa segan dan memberi kesan baik ke mereka. kami dibantu nahkoda kapal berbincang sebentar memberi tahu alasan kami bertandang ke pulau mereka. diluar dugaan kami ternyata sambutan positif yang sangat luar biasa kami dapatkan. sembari memberikan bingkisan yang sudah kami persiapkan jauh hari. kami langsung membuka tenda dan istirahat sejenak. beberapa teman kami ada yang ngobrol santai dengan dg. Abu dan istri.  sungguh percakapan luar biasa kami bertanya tentang sejarah kehidupan mereka, geografis pulau cangke, sampai obrolan ngalur lindur lainnya. sungguh kuliah kehidupan yang sngat indah. beliau mengajarkan kesederhanaan dan rasa tenggang rasa yang tinggi. terdengar dari cara memanggil kami. beliau memanggil kami dengan kata “pak” atau “ibu” tentu dengan dialek bugis makassar yang kental. padahal kami ini lebih muda dari mereka. kami hanya mahasiswa. begitu agungnya mereka memosisikan kami dengan panggilan “pak” & “ibu” yang mana jika mereka ( orang udik khususnya udik bugis makassar) memakai panggilan itu, maka yang terlintas dibayangan mereka orang yang mereka panggil itu memiliki intelektual tinggi. seperti pak guru contohnya. dipanggil “pak” sama orang yang lebih pantas saya panggil kakek membuat saya sedikit risih. tapi ya nikmati aja, toh jarang-jarang juga kita dapat panggilan begitu.
hari - hari di pulau cangke sangat 180° dari kebiasaan kami di kota. untung kami sudah terbiasa dengan kehidupan “nomaden” . karena kami para ilmuan Geografi harus mampu survive di alam terbuka dan harus beradaptasi dengan tidak terlalu bergantung terhadap teknologi canggih. ya bayangkan saja ditengah selat makassar dengan beralaskan daratan yang luasnya tak lebih besar dari lapangan sepak bola. bahkan saya perkirakn cuma 1/3 dari lapangan sepak bola.
tak ada yang begitu spesial dipulau itu, hanya gundukan pasir ditengah selat Makassar yang dipenuhi cemara laut dan berbagai vegetasi yg cukup beragam. tapi senja disana cukup berbeda, atau hanya saya saja yang merasa begitu, hehehe. kami yang terbiasa dengan hiruk pikuk kota, sampai hampirmelupakan momen yang setiap hari indah itu dipaksa melihat sang surya terbenam. dan ada saat dimana suasana pulau itu berwarna biru. bahkan kulitku tampak membiru. sangat indah dan itu saya alami tanpa suara bising kendaraan, hanya deru ombak dan pekikan camar - camar laut.
samar terdengar dari penuturan beliau, sebelum beliau diasingkan di pulau tersebut, pulau itu hanya hamparan pasir putih yang kosong. tidak ada kehidupan. tidak ada apa2. hanya gubuk mereka yang kekar menantang angin laut yang ganas.
sungguh indah jika kita melihat bagaimana mereka (dg Abu dan istrinya) membangun rumah tangga ditengah pulau itu. hanya ketulusan cinta sang wanita yang mampu menguatkan hati lelaki seperti dg Abu bertahan dengan penyakit kusta beliau selama puluhan tahun membangun pulau tersebut. sebuah cinta yang kuat dari wanita yang teguh
(Ahsin Arif)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 
© 2016 Blogger Template powered by Blogger.com | |