Data hasil rekaman sensor pada satelit maupun
pesawat terbang merupakan representasi dari bentuk permukaan bumi yang tidak
beraturan. Meskipun kelihatannya merupakan daerah yang datar, tetapi area yang
direkam sesungguhnya mengandung kesalahan (distorsi) yang diakibatkan oleh
pengaruh kelengkungan bumi dan atau oleh sensor itu sendiri.
Rektifikasi adalah suatu proses
melakukan transformasi data dari satu sistem grid menggunakan suatu
transformasi geometrik. Oleh karena posisi piksel pada citra output
tidak sama dengan posisi piksel input (aslinya) maka piksel-piksel yang
digunakan untuk mengisi citra yang baru harus di-resampling kembali.
Resampling adalah suatu proses melakukan ekstrapolasi nila data untuk
piksel-piksel pada sistem grid yang baru dari nilai piksel citra
aslinya.
Proyeksi Peta
Sebelum
melakukan koreksi geometrik, analis harus memahami terlebih dahulu
tentang sistem proyeksi peta. Pada prinsipnya sistem proyeksi berpijak
pada tiga kaidah yaitu mempertahankan jarak, sudut dan luas (equal
distance, aqual angle, aqual area). Untuk menyajikan posisi planimetris
ada sejumlah sistem proyeksi. Untuk di Indonesia, sistem proyeksi yang
digunakan adalah sistem proyeksi UTM (Universal Transverse Mercator)
dengan datum DGN-95 (Datum Geodesi Nasional). Untuk tingkat
internasional, DGN-95 sesungguhnya sama dengan WGS84, sehingga
penggunaan WGS84 sama dengan DGN-95. Masing-masing proyeksi sangat
terkait dengan sistem koordinat peta.
Registrasi
Dalam
beberapa kasus, yang dibutuhkan adalah penyamaan posisi antara satu
citra dengan citra lainnya dengan mengabaikan sistem koordinat dari
citra yang bersangkutan. Penyamaan posisi ini kebanyakan dimaksudkan
agar posisi piksel yang sama dapat dibandingkan. Dalam hal ini
penyamaan posisi citra satu dengan citra lainnya untuk lokasi yang sama
sering disebut dengan registrasi. Dibandingkan dengan rektifikasi,
registrasi ini tidak melakukan transformasi ke suatu sistem koordinat.
Dengan kata lain, registrasi adalah suatu proses membuat suatu citra
konform dengan citra lainnya, tanpa melibatkan proses pemilihan sistem
koordinat.
Georeferensi dan Rektifikasi
Georeferensi
adalah suatu proses memberikan koordinat peta pada citra yang
sesungguhnya sudah planimetris. Sebagai contoh, pemberian sistem
koordinat suatu peta hasil dijitasi peta atau hasil scanning citra.
Hasil digitasi atau hasil scanning tersebut sesungguhna sudah datar (planimetri), hanya
saja belum mempunyai koordinat peta yang benar. Dalam hal ini, koreksi
geometrik sesungguhnya melibatkan proses georeferensi karena semua
sistem proyeksi sangat terkait dengan koordinat peta.
Registrasi citra ke citra
melibatkan proses georeferensi apabila citra acuannya sudah di
georeferensi. Oleh karena itu, Georeferensi semata-mata merubah sistem
koordinat peta dalam file citra, sedangakan grid dalam citra tidak
berubah.
Terdapat sedikit perbedaan
antara georeferensi dan rektifikasi. Georeferensi adalah proses
penyamaan sistem koordinat dari peta ke citra, dari cita ke citra maupun
dari peta ke peta, sedangkan rektifikasi adalah proses transformasi
dari suatu sistem grid kedalam grid yang lain menggunakan persamaan
polinomial tertentu. Jadi proses rektifikasi citra dengan peta akan
meliputi proses georeferensi, karena sistem proyeksi berkaitan juga
dengan sistem koodinat. Georeferensi dari citra ke citra tidak
terektifikasi kalau citranya sama-sama belum di rektifikasi, dan
sebaliknya bila salah satu citra sudah direktifikasi maka georeferensi
citra ke citra sama dengan rektifikasi.
Kesalahan geometrik dipengaruhi oleh
distorsi (kesalahan) yang timbul pada saat perekaman. Hal ini
dipengaruhi oleh perputaran bumi ataupun bentuk dari permukaan bumi.
Beberapa kesalahan ini kadang sudah dikoreksi oleh supplier citra atau
dapat dikoreksi secara geometris oleh pengguna. Koreksi geometrik dapat
dilakukan dengan: (i) menggunakan titik kontrol (Ground Control Point)
yang dicari pada citra lain yang sudah memiliki georeferensi, (ii)
menggunakan titik (Ground Control Point) yang dapat dicari pada peta
yang sudah memiliki georeferensi, (iii) memakai titik pengukuran yang
diambil menggunakan GPS (Global Positioning System) pada lokasi-lokasi
tertentu yang mudah dikenali pada citra. Hal yang perlu dipertimbangkan
dalam melakukan koreksi geometris antara lain adalah tingkat resolusi
dan proyeksi yang digunakan data itu.Dalam koreksi geometrik, dikenal
ada 2 jenis metode koreksi, yaitu:
- Rektifikasi / perbaikan: proses mengkoreksi citra sesuai dengan koordinat peta, GPS atau citra lain yang sudah terkoreksi.
- Ortho – Rektifikasi: proses koreksi geometrik dengan memasukkan data ketinggian permukaan dan informasi posisi platform satelit. Rektifikasi ortho merupakan metode yang paling akurat akan tetapi prosesnya cukup rumit dan memerlukan data yang lebih banyak.
Analisa dalam koreksi geometrik dapat
dilakukan dengan beberapa acuan (georeferensi), seperti titik-titik
pojok (corner), titik referensi (tie points), dan georeferensi dengan
citra terkoreksi.
1. Georeferensi citra raster dengan titik-titik pojok (corner)
1. Georeferensi citra raster dengan titik-titik pojok (corner)
- Georeferensi umumnya dilakukan sebagai koreksi sementara dengan menggunakan informasi awal (header file) yang biasanya disertakan dalam setiap citra satelit. Pada dasarnya, georeferensi bukanlah metode koreksi geometris yang akurat. Hal ini dikarenakan informasi titik-titik pojok umumnya dihasilkan berdasarkan penghitungan posisi satelit pada saat citra direkam. Penting untuk diingat bahwa proses koreksi geometrik sedapat mungkin didasarkan pada posisi sebenarnya di lapangan atau peta lain dengan tingkat presisi yang tinggi (misalnya peta topografi/rupa bumi). Untuk melakukan georeferensi, terlebih dahulu dibutuhkan posisi geografis dari titik-titik pojok pada citra satelit.
- Cara ini merupakan salah satu cara untuk mengkoreksi data citra dengan membuat titik-titik sekutu yang sama posisinya dengan titik-titik yang memiliki referensi atau disebut juga titik acuan. Posisi dari titik-titik acuan didapatkan dari informasi GPS atau diambil dari peta rupa bumi. Hal yang perlu diperhatikan dalam memilih titik acuan adalah bahwa sebaiknya titik-titik tersebut diambil pada daerah yang mudah dikenali baik pada citra maupun pada keadaan aslinya (alam), seperti perempatan jalan, pertigaan jalan, sehingga kekeliruan dalam menentukan titik sekutu bisa diminimalisasi. Selain itu, semakin banyak jumlah titik dan semakin menyebar distribusi titik-titik sekutu pada citra, akan semakin baik hasilnya dari proses koreksi geometrik yang dilakukan.
Gambar Georeferensi dari Tie Points
- Secara prinsip, metode koreksi geometrik ini tidak jauh berbeda dengan metode sebelumnya. Perbedaan yang mendasar adalah sumber informasi posisi titik sekutu. Pada metode yang akan diuraikan pada bagian ini, posisi geografis titik sekutu ditentukan dari citra satelit lain yang telah terkoreksi (reference image). Dalam hal ini amat penting untuk mengetahui presisi dari reference image yang digunakan. Hal tersebut disebabkan, akurasi dan presisi geometrik yang dihasilkan metode ini tidak akan melebihi akurasi/presisi dari reference image.
Gambar Georeferensi dari Image Terkoreksi
Titik Kontrol Lapangan (Ground Control Point)
Titik
kontrol lapangan (GCP) adalah titik-titik yang letaknya pada suatu
posisi piksel suatu citra yang koordinat petanya (referensinya)
diketahui. GCP terdiri atas sepasang koordinat x dan y, yang terdiri
atas koordinat sumber dan koordinat referensi. Koordinat-koordinat
tersebut tidak dibatasi oleh adanya koordinat peta. Secar teoritis,
jumlah minumum GCP yang harus dibuat adalah:
Jumlah minimum GCP = (t + 1) (t + 2) / 2
Kenapa perlu rektifikasi?
Koreksi
Geometrik merupakan proses yang mutlak dilakukan apabila posisi citra
akan disesuaikan atau ditumpangsusunkan dengan peta-peta atau citra
lainnya yang mempunyai sistem proyeksi peta. Ada beberapa alasan atau
pertimbangan, kenapa perlu melakukan rektifikasi, diantaranya adalah untuk:
- membandingkan 2 citra atau lebih untuk lokasi tertentu
- membangun SIG dan melakukan pemodelan spasial
- meletakkan lokasi-lokasi pengambilan “training area” sebelum melakukan klasifikasi
- membuat peta dengan skala yang teliti
- melakukan overlay (tumpang susun) citra dengan data-data spasial lainnya
- membandingkan citra dengan data spasial lainnya yang mempunyai skala yang berbeda
- membuat mozaik citra
- melakukan analisis yang memerlukan lokasi geografis dengan presisi yang tepat.
Tahap-tahap Rektifikasi
Secara umum melakukan rektifikasi adalah sebagai berikut:
1. memilih
titik kontrol lapangan (Ground control point). GCP tersebut sedapat
mungkin adalah titik-titik atau obyek yang tidak mudah berubah dalam
jangka waktu lama misalnya belokan jalan, tugu di persimpangan jalan dan
atau sudut-sudut gedung (bangunan). Hindari menggunakan belokan sungai
atau delta sungai karena mudah berubah dalam jangka waktu tertentu. GCP
juga harus tersebar merata pada citra yang akan dikoreksi.
2. membuat
persamaan transformasi yang digunakan untuk melakukan interpolasi
spasial. Persamaan ini umumnya berupa persamaan polinomial baik orde 1,2
maupun 3.
Ordo I : disebut juga Affine transformation (diperlukan minimal 3 GCP) :
Ordo II : memerlukan minimal 6 GCP
Ordo III : memerlukan minimal 10 GCP
3. menghitung kesalahan (RMSE, root mean suared error) dari GCP yang terpilih. Umumnya tidak boleh lebih besar dari 0,5 piksel.
4. melakukan
interpolasi intensitas (nilai kecerahan) dengan salah satu metode
berikut, yaitu nearest neighbourhood, bilinear dan convolution,
sekaligus membuat citra baru dengan sistem koordinat yang ditentukan.
Dalam proses ini juga menentukan ukuran piksel output, sesuai dengan
resolusi spasial yang dikehendaki, yang umumnya disesuaikan dengan
ukuran resolusi spasial data aslinya. Hanya untuk kasus-kasus tertentu
saja yang membuat ukuran spasial citra baru yang berbeda dengan ukuran
aslinya, misalnya untuk tujuan melakukan fusi antar band/kanal.
lampirin datar pustakanya dong
BalasHapus