BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR
BELAKANG
Batuan sedimen adalah
salah satu dari tiga kelompok utama batuan (bersama dengan batuan beku dan
batuan metamorfosis) yang terbentuk melalui tiga cara utama: pelapukan batuan
lain (clastic); pengendapan (deposition) karena aktivitas biogenik; dan
pengendapan (precipitation) dari larutan. Jenis batuan umum seperti batu kapur,
batu pasir, dan lempung, termasuk dalam batuan endapan. Batuan endapan meliputi
75% dari permukaan bumi. Sebelum mengetahui bagaimana sedimen terangkut dan
terendapkan dalam suatu cekungan mungkin ada baiknya kita dapat memahami
prinsip apa saja yang bisa kita temukan dalam batuan sedimen. Prinsip-prinsip
tersebut sangatlah beragam diantaranya prinsip uniformitarianism. Prinsip
penting dari uniformitarianism adalah proses-proses geologi yang terjadi
sekarang juga terjadi di masa lampau. Prinsip ini diajukan oleh Charles Lyell
di tahun 1830. Dengan menggunakan prinsip tersebut dalam mempelajari
proses-proses geologi yang terjadi sekarang, kita bisa memperkirakan beberapa
hal seperti kecepatan sedimentasi, kecepatan kompaksi dari sediment, dan juga
bisa memperkirakan bagaimana bentuk geologi yang terjadi dengan proses-proses
geologi tertentu.
Faktor-faktor yang mengontrol
terbentuknya sedimen adalah iklim, topografi, vegetasi dan juga susunan yang
ada dari batuan. Sedangkan faktor yang mengontrol pengangkutan sedimen adalah
air, angin, dan juga gaya grafitasi. Sedimen dapat terangkut baik oleh air,
angin, dan bahkan salju. Mekanisme pengangkutan sedimen oleh air dan angin
sangatlah berbeda. Pertama, karena berat jenis angin relatif lebih kecil dari
air maka angin sangat susah mengangkut sedimen yang ukurannya sangat besar.
Besar maksimum dari ukuran sedimen yang mampu terangkut oleh angin umumnya
sebesar ukuran pasir. Kedua, karena sistem yang ada pada angin bukanlah sistem
yang terbatasi (confined) seperti layaknya channel atau sungai maka sedimen
cenderung tersebar di daerah yang sangat luas bahkan sampai menuju
atmosfer. Sedimen-sedimen yang ada
terangkut sampai di suatu tempat yang disebut cekungan. Di tempat tersebut
sedimen sangat besar kemungkinan terendapkan karena daerah tersebut relatif lebih
rendah dari daerah sekitarnya dan karena bentuknya yang cekung ditambah akibat
gaya grafitasi dari sedimen tersebut maka susah sekali sedimen tersebut akan
bergerak melewati cekungan tersebut. Dengan semakin banyaknya sedimen yang
diendapkan, maka cekungan akan mengalami penurunan dan membuat cekungan
tersebut semakin dalam sehingga semakin banyak sedimen yang terendapkan.
Penurunan cekungan sendiri banyak disebabkan oleh penambahan berat dari sedimen
yang ada dan kadang dipengaruhi juga struktur yang terjadi di sekitar cekungan
seperti adanya patahan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Pantai
A. Definisi Pantai
Menurut Triatmodjo (1999)
terdapat dua istilah tentang kepantaian di Indonesia yaitu pesisir (coast) dan
pantai (shore). Pesisir adalah daerah darat di tepi laut yang masih mendapat
pengaruh laut seperti pasang surut, arus laut, dan perembesan air laut. Sedang
pantai adalah daerah di tepi perairan yang dipengaruhi oleh pasang tertinggi
dan air surut terendah.
Definisi daerah pantai menurut
Nuryuwono (1986) dalam Pratikto, dkk (1997)
1.
Pantai
adalah daerah ditepi perairan (laut atau danau) sebatas antara surut terendah
dengan pasang tertinggi.
2.
Daerah
pantai adalah suatu pesisir beserta perairannya dimana pada daerah tersebut
masih dipengaruhi oleh aktivitas darat maupun laut.
3.
Pesisir
adalah daerah tepi laut yang masih terpengaruh oleh aktivitas daratan.
4.
Sempadan
pantai adalah daerah sepanjang pantai yang diperuntukkan bagi pengamanan dan
kelestarian pantai.
Definisi daerah
pantai selengkapnya seperti yang disajikan dalam Gambar 2.2.
Gambar
2.2. Definisi Daerah Pantai
2.1.3.
Klasifikasi Pantai
Triatmodjo
(1999) secara garis besar membagi pantai menjadi dua, yaitu:
1.
Pantai
berpasir
Pantai
jenis ini mempunyai karakteristik berupa kemiringan 1: 20 sampai dengan 1: 50,
pada umumnya menghadap ke samudra Indonesia seperti pantai selatan Jawa, Bali,
Nusa Tenggara dan pantai barat Sumatra. Pada kondisi gelombang biasa (tidak ada
badai), pantai ada dalam keadaan kesimbangan dinamis dimana sejumlah besar
pasir bergerak pada profil pantai tetapi angkutan netto pada lokasi yang
ditinjau sangat kecil. Sebaliknya, pantai dapat mengalami erosi pada kondisi
badai dimana gelombang besar dan elevasi muka air diam lebih tinggi karena adanya
set-up gelombang dan angin.
2.
Pantai
berlumpur
Pantai
jenis ini mempunyai karakteristik berupa sebagian besar berada didaerah pantai
dengan banyak sungai yang mengangkut sedimen suspense bermuara di daerah
tersebut dan gelombang yang relatif kecil, seperti pantai utara pulau Jawa dan
timur pulau Sumatra. Pantai ini mempunyai kemiringan yang sangat kecil sampai
dengan 1: 5000. Sedimen suspensi menyebar pada daerah perairan yang luas
sehingga membentuk pantai yang luas, datar dan dangkal yang merupakan daerah
rawa terendam air saat pasang. Kondisi gelombang yang kecil menyebabkan sedimen
suspensi tidak terbawa ke laut lepas.
2.3.
Sedimen
2.3.1. Pengertian Sedimen
Menurut Pipkin, et al. (1977)
Sedimen adalah pecahan batuan, mineral atau material organik yang ditransportasikan
dari berbagai sumber dan dideposisikan oleh udara, angin, es dan air. Pethic
(1984) mendefinisikan sedimen secara umum sebagai sekumpulan rombakan material
(batuan, mineral dan bahan organik) yang mempunyai ukuran butir tertentu.
2.3.2. Klasifikasi sedimen
Menurut Wibisono (2005)
klasifikasi sedimen berdasarkan asal usulnya sedimen dasar laut dapat
dibedakan/ digolongkan sebagai berikut: (1)Lithogenous; (2) Biogenous; (3)
Hidrogenous dan (4) Cosmogenous.
(1) Lithogenous
Jenis sedimen ini berasal dari
pelapukan (weathering) batuan dari daratan, lempeng kontinen termasuk yang
berasal dari kegiatan vulkanik. Sedimen ini memasuki kawasan laut melalui
drainase air sungai.
(2) Biogenous
Sedimen ini berasal dari
organisme laut yang telah mati yang terdiri dari remah – remah tulang,
gigi-geligi dan cangkang – cangkang tanaman maupun hewan mikro. Komponen kimia
yang sering ditemukan dalam sedimen ini adalah CaCO3 dan SiO2.
(3) Hidrogenous
Sedimen ini berasal dari komponen
kimia yang larut dalam air laut dengan konsentrasi yang kelewat jenuh sehingga
terjadi pengendapan (deposisi) di dasar laut. Contohnya endapan Mangan (Mn)
yang berbentuk nodul, endapan fosforite (P2O5), dan endapan glauconite (hydro
silikat yang berarna kehijauan dengan komposisi yang terdiri dari ion – ion K,
Mg, Fe dan Si).
(4) Cosmogenous
Sedimen ini berasal dari luar
angkasa dimana partikel dari benda – benda angkasa ditemukan di dasar laut dan
mengandung banyak unsur besi sehingga mempunyai respons magnetik dan berukuran
antara 10 – 640m. Menurut Nybakken (1988) arus dan ukuran partikel merupakan
faktor yang penting yang mempengaruhi pengendapan sedimen. Oleh karena itu pada
daerah yang arusnya kuat akan diendapkan material kasar (pasir atau kerikil)
sebaliknya jika perairan tenang dan arusnya lemah, akan mengendapkan material
halus.
Klasifikasi sedimen berdasarkan
ukuran/ besar butir menurut skala Wenworth dalam Wibisono (2005)
Tabel 2.1. Ukuran besar butir
untuk sedimen menurut Skala Wentworth
Nama
|
Partikel
|
Ukuran (mm)
|
|
Batu (Stone)
|
Bongkah (Boulder)
|
> 256
|
|
Krakal (Coble)
|
64 - 256
|
||
Kerikil (Peble)
|
4 - 64
|
||
Butiran (Granule)
|
2 – 4
|
||
Pasir (Sand)
|
Pasir sangat kasar (v. Coarse sand)
|
1 - 2
|
|
Pasir kasar (coarse
sand)
|
1/2 – 1
|
||
Pasir sedang (medium sand)
|
1/4 - 1/2
|
||
Pasir halus (fine sanf)
|
1/8 – 1/4
|
||
Pasir sangat halus (very fine sand)
|
1/16 – 1/8
|
||
Lumpur (Silt)
|
Lumpur kasar (coarse silt)
|
1/32 – 1/16
|
|
Lumpur sedang (medium silt)
|
1/64 – 1/32
|
||
Lumpur halus (fine silt)
|
1/128 – 1/64
|
||
Lumpur sangat halus (v. Fine silt)
|
1/256 – 1/128
|
||
Lempung (Clay)
|
Lempung kasar (coarse
clay)
|
1/640 – 1/256
|
|
Lempung sedang (medium
clay)
|
1/1024 – 1/640
|
||
Lempung halus (fine clay)
|
1/2360 – 1/1024
|
||
Lempung sangat halus (v. Fine clay)
|
1/5096 – 1/2360
|
||
Sumber:
Wibisono, 2005
Sheprad (1954) dalam Sunoto
(2001) menyatakan bahwa ukuran partikel terbagi atas tiga jenis yaitu : sand,
silt dan clay. Pengklasifikasian digambarkan dalam segi tiga sama sisi yang
masing – masimg sisinya terisi persentase ukuran butir dalam hal ini meletakan
angka 75 pada daerah dekat masing – masing sisi dan didapatkan jenis campuran
antar dua jenis sedimen atau pertemuan ketiga titik yang mencerminkan
pencampurannya seperti gambar berikut ini:
2.3.3. Sedimentasi
Pettijohn (1975) mengatakan
sedimentasi sebagai proses pembentukan sedimen atau batuan sedimen yang
diakibatkan oleh pengendapan dari material pembentukannya atau asalnya pada
suatu tempat yang disebut dengan lingkungan pengendapannya yaitu delta, danau,
pantai, estuari, laut dangkal sampai laut dalam. Sedimentasi menurut Krumbein
dan Sloss (1971) adalah pembentukan sedimen/ endapan atau batuan sedimen yang
diakibatkan oleh pengendapan atau akumulasi dari material pembentuk asalnya
pada lingkungan pengendapan (delta, danau, pantai, laut dangkal sampai laut
dalam). Ada 4 proses sedimentasi yaitu kerusakan oleh cuaca (pelapukan),
transportasi, deposisi dan lithifikasi. Deposisi inilah yang kita kenal dengan
sedimentasi.
Pettijohn (1975) mendefinisikan sedimentasi sebgai proses pembentukan sedimen atau batuan sedimen yang diakibatkan oleh pengendapan dari material pembentuk atau asalnya pada suatu tempat yang disebut dengan lingkungan pengendapan berupa sungai, muara, danau, delta, estuaria, laut dangkal sampai laut dalam.
Dalam suatu proses sedimentasi,
zat-zat yang masuk ke laut berakhir menjadi sedimen. Dalam hal ini zat yang ada
terlibat proses biologi dan kimia yang terjadi sepanjang kedalaman laut.
Sebelum mencapai dasar laut dan menjadi sedimen, zat tersebut melayang-layang
di dalam laut. Setelah mencapai dasar lautpun , sedimen tidak diam tetapi
sedimen akan terganggu ketika hewan laut dalam mencari makan. Sebagian sedimen
mengalami erosi dan tersusfensi kembali oleh arus bawah sebelum kemudian jatuh
kembali dan tertimbun. Terjadi reaksi kimia antara butir-butir mineral dan air
laut sepanjang perjalannya ke dasar laut dan reaksi tetap berlangsung
penimbunan, yaitu ketika air laut terperangkap di antara butiran mineral. (Agus
Supangat dan Umi muawanah)
2.2. Macam-macam Sedimen Laut
Era oseanografi secara sistematis
telah dimulai ketika HMS Challenger kembali ke Inggris pada tanggal 24 Mei 1876
membawa sampel, laporan, dan hasil pengukuran selama ekspedisi laut yang
memakan waktu tiga tahun sembilan bulan. Anggota ilmuan yang selalu menyakinkan
dunia tentang kemajuan ilmiah Challenger adalah John Murray, warga Kanada
kelahiran Skotlandia. Sampel-sampel yang dikumpulkan oleh Murray merupakan
penyelidikan awal tentang sedimen laut dalam. Sedimen laut dalam dapat di bagi
menjadi 2 yaitu Sedimen Terigen Pelagis dan Sedimen Biogenik Pelagis.
1. Sedimen Biogenik Pelagis
Dengan menggunakan mikroskop
terlihat bahwa sedimen biogenik terdiri atas berbagai struktur halus dan
kompleks. Kebanyakan sedimen itu berupa sisa-sisa fitoplankton dan zooplankton
laut. Karena umur organisme plankton hannya satu atau dua minggu, terjadi suatu
bentuk ‘hujan’ sisa-sisa organisme plankton yang perlahan, tetapi kontinue di dalam kolam air untuk membentuk
lapisan sedimen. Pembentukan sedimen ini tergantung pada beberapa faktor lokal
seperti kimia air dan kedalaman serta jumlah produksi primer di permukaan air
laut. Jadi, keberadan mikrofil dalam sedimen laut dapat digunakan untuk
menentukan kedalaman air dan produktifitas permukaan laut pada zaman dulu.
2. Sedimen Terigen Pelagis
Hampir semua sedimen Terigen di
lingkungan pelagis terdiri atas materi-materi yang berukuran sangat kecil. Ada
dua cara materi tersebut sampai ke lingkungan pelagis. Pertama dengan bantuan
arus turbiditas dan aliran grafitasi. Kedua melalui gerakan es yaitu materi
glasial yang dibawa oleh bongkahan es ke laut lepas dan mencair. Bongkahan es
besar yang mengapung, bongkahan es kecil dan pasir dapat ditemukan pada sedimen
pelagis yang berjarak beberapa ratus kilometer dari daerah gletser atau tempat
asalnya.
Selain pengertian sedimen di atas
ada pengertian lain tentang sedimen yaitu batuan sedimen adalah batuan yang
terbentuk oleh proses sedimentasi. Sedangkan sedimentasi adalah proses
pengendapan sediemen oleh media air, angin, atau es pada suatu cekungan
pengendapan pada kondisi P dan T tertentu.
2.3 Struktur Sedimen
Struktur merupakan suatu
kenampakan yang diakibatkan oleh proses pengendapan dan keadaan energi
pembentuknya. Pembentukannya dapat pada waktu atau sesaat setelah pengendapan.
Struktur berhubungan dengan kenampakan batuan yang lebih besar, paling bagus
diamati di lapangan misal pada perlap[isan batuan.(Sugeng Widada : 2002)
Struktur sedimen umumnya
dibedakan menjadi 3 golongan yaitu :
1. Struktur anorganik terutama pelapisan,
contoh : graded beds, cross beds, mudcraks.
2. Struktur biogenik terdiri dari struktur
jejak dan boring
3. Struktur deformasi terdiri dari convolute
bedding, ball and pillow dan diapiric.
Berbagai sifat fisik sedimen
ditelaah sesuai dengan tujuan dan kegunaannya. Diantaranya adalah tekstur
sedimen yang meliputi ukuran butir (grain size), bentuk butir ( partikel
shape), dan hubungan antar butir (fabrik), struktur sedimen, komposisi mineral,
serta kandungan biota. Dari berbagai sifat fisik tersebut ukuran butur menjadi
sangat penting karena umumnya menjadi dasar dalam penamaan sedimen yang
bersangkutan serta membantu analisa proses pengendapan karena ukuran butir
berhubungan erat dengan dinamika transfortasi dan deposisi (Krumbein dan Sloss
(1983)). Berkaitan dengan sedimentasi mekanik ukuran butir akan mencerminkan
resistensi butiran sedimen terhadap proses pelapukan erosi/abrasi serta
mencerminkan kemampuan dalam menentukan transfortasi dan deposisi.
2.4 Transfor Sedimen
Dengan melihat cara transfor
sedimen dapat dilihat melalui :
1. Transfor Sedimen pada Pantai
Pettijohn (1975), Selley (1988)
dan Richard (1992) menyatakan bahwa cara transfortasi sedimen dalam aliran air
dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu :
1.
Sedimen
merayap (bed load) yaitu material yang terangkut secara menggeser atau
menggelinding di dasar aliran.
2.
Sedimen
loncat (saltation load) yaitu material yang meloncat-loncat bertumpu pada dasar
aliran.
3.
Sedimen
layang (suspended load) yaitu material yang terbawa arus dengan cara
melayang-layang dalam air.
2. Transfor Sedimen Sepanjang
Pantai
Transfor sedimen sepanjang pantai
merupakan gerakan sedimen di daerah pantai yang disebabkan oleh gelombang dan
arus yang dibangkitkannya (Komar : 1983). Transfor sedimen ini terjadi di
daerah antara gelombang pecah dan garis pantai akibat sedimen yang dibawanya
(Carter, 1993). Menurut Triatmojo (1999) transfor sedimen sepanjang pantai
terdiri dari dua komponen utama yaitu transfor sedimen dalam bentuk mata
gergaji di garis pantai dan transfor sedimen sepanjang pantai di surf zone.
Transfor sedimen pantai banyak
menimbulkan fenomena perubahan dasar perairan seperti pendangkalan muara sungai
erosi pantai perubahan garis pantai dan sebagainya (Yuwono, 1994). Fenomena ini
biasanya merupakan permasalahan terutama pada daerah pelabuhan sehingga
prediksinya sangat diperlukan dalam perencanaan ataupun penentuan metode
penanggulangan. Menurut Triatmojo (1999) beberapa cara yang biasanya digunakan
antara lain adalah :
a.
Melakukan
pengukuran debit sedimen pada setiap titik yang ditinjau, sehingga secra
berantai akan dapat diketahui transfor sedimen yang terjadi.
b.
Menggunakan
peta/ foto udara atau pengukuran yang menunjukan perubahan elevasi dasar
perairan dalam suatu periode tertentu. Cara ini akan memberikan hasil yang baik
jika di daerah pengukuran terdapat bangunan yang mampu menangkap sedimen
seperti training jetty, groin, dan sebagainya.
c.
Rumus
empiris yang didasarkan pada kondisi gelombang dan sedimen pada daerah yang di
tinjau.
BAB III
METODE PRAKTEK
A.
Waktu dan tempat Praktek Lapang
Praktek lapang mata kuliah Geologi Tata
Lingkungan
ini di laksanakan pada:
1.Waktu praktek Lapang Geologi Tata Lingkungan
Praktek lapangan ini dilaksanakan
selama 1 hari yaitu pada hari Minggu/tanggal 7 April 2013.
2.Tempat
Pelaksanaan Praktek Lapang Geologi Tata
Lingkungan
Praktek lapang ini di laksanakan
pada 7 titik kawasan pantai di Kab. Takalar Provinsi Sulawesi Selatan.untuk analisis sampel
sedimen dan data yang diperoleh di lapangan dilakukan di Laboratorium Jurusan
Geografi ,Universitas Negeri Makassar.
B.
Instrumen Praktikum
alat dan
bahan yang digunakan dalam praktek ini dapat dilihat pada table Dibawah ini :
Tabel 1
: Alat dan Bahan dalam Praktek Lapang Geologi Tata Lingkungan
No.
|
Nama
Alat/Bahan
|
Jumlah
|
Kegunaan
|
1
|
Peta Rupa
Bumi dan
Lingkungan
Pantai
Indonesia lokasi praktek
skala
1 : 50.000
|
2 lembar
|
Sebagai data acuan (peta
dasar)
|
2
|
Global
Positioning System
(GPS)
|
2 buah
|
Alat
penentuan posisi
|
3
|
Layang-layang
Arus
(modifikasi)
|
1 paket
|
Mengukur
kecepatan dan
menentukan arah arus
|
4
|
Layang-layang
Angin
(modifikasi)
|
1 paket
|
Menentukan arah angin
|
5
|
Hand
Anemometer
|
1 paket
|
Mengukur
kecepatan angin
|
6
|
Grab Sampler
Sedimen
|
1 buah
|
Pengambil
sampel sedimen
|
7
|
Stop watch
|
1 buah
|
Pengukur waktu
|
8
|
Tali
Rapiah/Nylon
|
1 roll
|
Pengikat
|
9
|
Rot Meter
|
1 roll
|
Mengukur jarak
|
10
|
Alat tulis menulis
|
1 paket
|
Mencatat
hasil pengamatan
|
11
|
Kamera/Handycame
|
1 paket
|
Peliputan obyek
|
12
|
Kantong
Sampel Sedimen
dan label
(plastik
gula)
|
Secaukupnya
|
Tempat
penyimpanan
sampel
sedimen dan untuk
memberi
kode dari sampel
tersebut
|
Tabel
2: Alat dan Bahan Analisis Sampel Sedimen di Laboratorium
No
|
Nama Alat/Bahan
|
Jumlah
|
Kegunaan
|
3
|
Timbangan digital
|
1 Buah
|
Menimbang berat sample sediment
|
4
|
Sive Net (ayakan sediment)
|
1 Paket
|
Mengayat sediment untuk ukuran
butiran sediment
|
6
|
Cawan Petri (diameter 14 cm)
|
6 Buah
|
Sebagai wadah sediment pada
saat akan ditimbang
|
8
|
Kertas pembungkus warna coklat (pembungkus Nasi)
|
secukupnya
|
Sebagai wadah sediment pada
waktu diayak
|
9
|
Sikat bulu
|
2 Buah
|
Menyikat sediment pada waktu
diayak
|
10
|
Sendok
|
1 Buah
|
Mengambil sediment pada
analisis laboratorium
|
11
|
Kertas grafik semilog
|
1 Paket
|
Menggambar grafik nilai kuartil
(Q1, Q2, Q3) untuk nilai sortasi sediment.
|
C.Tehnik Pengambilan Data
Teknik pengambilan data untuk
masing-masing parameter dijelaskan sebagai berikut:
1.
Gelombang
a.
Melakukan pengukuran gelombang
pada setiap lokasi yang telah ditentukan (gelombang sebelum pecah), meliputi :
tinggi gelombang, waktu pengukuran, lama pengukuran, arah datang gelombang dan
arah garis pantai dari gelombang.
b.
Untuk pengukuran tinggi gelombang
dilakukan dengan cara mengukur tinggi muka air saat puncak dan saat lembah
dengan menggunakan tiang skala. Selisih puncak dan lembah, itulah tinggi
gelombang. Jumlah pengukuran puncak dan lembah disesuaikan dengan lama waktu
pengamatan yang telah ditentukan (3-5 menit).
2.
Arus
a.
Untuk pengukuran kecepatan arus
dilakukan dengan menggunakan layang-layang
arus, yakni dengan menetapkan jarak tempuh layang-layng arus (5 meter),
kemudian mengukur waktu tempuhlayang-layang arus tersebut. Arah arus ditentukan
dengan menggunakan kompas, dengan men-shoot arah pergerakan layang-layang arus.
3.
Angin
a.
Pengukuran angin menggunaka alat
Hand Anemometer, dilakukan di beberapa stasiun. Mencatat posisi dan waktu
pengukuran.
b.
Pembacaan kecepatan angin
dilakukan pada tampilan yang tertera pada alat tersebut.
c.
Untuk arah angin, digunakan
layang-layang angin modifikasi.
4.
Sedimen
a.
Pengambilan sampel sedimen,
dilakukan pada laut dangkal diambil secara manual. Catat posisi dan waktu
pengamatan.
b.
Sampel sedimen yang di dapatkan
dimasukkan ke dalam kantong sedimen dan di beri label.
Dilakukan
analisa laboratorium guna mengetahui jenis dan ukuran sedimen dasar perairanDownload File Docx
Tidak ada komentar:
Posting Komentar