Pulau Sumatera
Sumatera – Pulau Emas
Dalam berbagai prasasti, pulau
Sumatera disebut dengan nama Sansekerta: Suwarnadwipa (“pulau emas”) atau
Suwarnabhumi (“tanah emas”). Nama-nama ini sudah dipakai dalam naskah-naskah
India sebelum Masehi. Sumatera juga dikenal sebagai pulau Andalas.
Pada masa Dinasti ke-18 Fir’aun
di Mesir (sekitar 1.567SM-1.339SM), di pesisir barat pulau sumatera telah ada
pelabuhan yang ramai, dengan nama Barus. Barus (Lobu Tua – daerah Tapanuli)
diperkirakan sudah ada sejak 3000 tahun sebelum Masehi. Barus dikenal karena
merupakan tempat asal kapur barus. Ternyata kamper atau kapur barus digunakan
sebagai salah satu bahan pengawet mummy Fir’aun Mesir kuno.
Di samping Barus, di Sumatera
terdapat juga kerajaan kuno lainnya. Sebuah manuskrip Yahudi Purba menceritakan
sumber bekalan emas untuk membina negara kota Kerajaan Nabi Sulaiman diambil
dari sebuah kerajaan purba di Timur Jauh yang dinamakan Ophir. Kemungkinan
Ophir berada di Sumatera Barat. Di Sumatera Barat terdapat gunung Ophir. Gunung
Ophir (dikenal juga dengan nama G. Talamau) merupakan salah satu gunung
tertinggi di Sumatera Barat, yang terdapat di daerah Pasaman. Kabarnya kawasan
emas di Sumatera yang terbesar terdapat di Kerajaan Minangkabau. Menurut sumber
kuno, dalam kerajaan itu terdapat pegunungan yang tinggi dan mengandung emas.
Konon pusat Kerajaan Minangkabau terletak di tengah-tengah galian emas.
Emas-emas yang dihasilkan kemudian diekspor dari sejumlah pelabuhan, seperti
Kampar, Indragiri, Pariaman, Tikus, Barus, dan Pedir. Di Pulau Sumatera juga
berdiri Kerajaan Srivijaya yang kemudian berkembang menjadi Kerajaan besar
pertama di Nusantara yang memiliki pengaruh hingga ke Thailand dan Kamboja di
utara, hingga Maluku di timur.
Kini kekayaan mineral yang
dikandung pulau Sumatera banyak ditambang. Banyak jenis mineral yang terdapat
di Pulau Sumatera selain emas. Sumatera memiliki berbagai bahan tambang,
seperti batu bara, emas, dan timah hitam. Bukan tidak mungkin sebenarnya bahan
tambang seperti emas dan lain-lain banyak yang belum ditemukan di Pulau
Sumatera. Beberapa orang yakin sebenarnya Pulau Sumatera banyak mengandung emas
selain dari apa yang ditemukan sekarang. Jika itu benar maka Pulau Sumatera
akan dikenal sebagai pulau emas kembali.
PULAU JAWA
Jawa – Pulau Padi
Dahulu Pulau Jawa dikenal dengan
nama JawaDwipa. JawaDwipa berasal dari bahasa Sanskerta yang berarti “Pulau
Padi” dan disebut dalam epik Hindu Ramayana. Epik itu mengatakan “Jawadwipa,
dihiasi tujuh kerajaan, Pulau Emas dan perak, kaya dengan tambang emas”,
sebagai salah satu bagian paling jauh di bumi. Ahli geografi Yunani, Ptolomeus
juga menulis tentang adanya “negeri Emas” dan “negeri Perak” dan pulau-pulau,
antara lain pulau “”Iabadiu” yang berarti “Pulau Padi”.
Ptolomeus menyebutkan di ujung
barat Iabadiou (Jawadwipa) terletak Argyre (kotaperak). Kota Perak itu
kemungkinan besar adalah kerajaan Sunda kuno, Salakanagara yang terletak di
barat Pulau Jawa. Salakanagara dalam sejarah Sunda (Wangsakerta) disebut juga
Rajatapura. Salaka diartikan perak sedangkan nagara sama dengan kota, sehingga
Salakanagara banyak ditafsirkan sebagai Kota perak.
Di Pulau Jawa ini juga berdiri
kerajaan besar Majapahit. Majapahit tercatat sebagai kerajaan terbesar di
Nusantara yang berhasil menyatukan kepulauan Nusantara meliputi Sumatra,
semenanjung Malaya, Borneo, Sulawesi, kepulauan Nusa Tenggara, Maluku, Papua,
dan sebagian kepulauan Filipina. Dalam catatan Wang Ta-yuan, komoditas ekspor
Jawa pada saat itu ialah lada, garam, kain, dan burung kakak tua. Mata uangnya
dibuat dari campuran perak, timah putih, timah hitam, dan tembaga. Selain itu,
catatan kunjungan biarawan Roma tahun 1321, Odorico da Pordenone, menyebutkan
bahwa istana Raja Jawa penuh dengan perhiasan emas, perak, dan permata.
Menurut banyak pakar, pulau tersubur
di dunia adalah Pulau Jawa. Hal ini masuk akal, karena Pulau Jawa mempunyai
konsentrasi gunung berapi yang sangat tinggi. Banyak gunung berapi aktif di
Pulau Jawa. Gunung inilah yang menyebabkan tanah Pulau Jawa sangat subur dengan
kandungan nutrisi yang di perlukan oleh tanaman.
Raffles pengarang buku The
History of Java merasa takjub pada kesuburan alam Jawa yang tiada tandingnya di
belahan bumi mana pun. “Apabila seluruh tanah yang ada dimanfaatkan,” demikian
tulisnya, “bisa dipastikan tidak ada wilayah di dunia ini yang bisa menandingi
kuantitas, kualitas, dan variasi tanaman yang dihasilkan pulau ini.”
Kini pulau Jawa memasok 53 persen
dari kebutuhan pangan Indonesia. Pertanian padi banyak terdapat di Pulau Jawa
karena memiliki kesuburan yang luar biasa. Pulau Jawa dikatakan sebagai lumbung
beras Indonesia. Jawa juga terkenal dengan kopinya yang disebut kopi Jawa.
Curah hujan dan tingkat keasaman tanah di Jawa sangat pas untuk budidaya kopi.
Jauh lebih baik dari kopi Amerika Latin ataupun Afrika.
Hasil pertanian pangan lainnya
berupa sayur-sayuran dan buah-buahan juga benyak terdapat di Jawa, misalnya
kacang tanah, kacang hijau, daun bawang, bawang merah, kentang, kubis, lobak,
petsai, kacang panjang, wortel, buncis, bayam, ketimun, cabe, terong, labu
siam, kacang merah, tomat, alpokat, jeruk, durian, duku, jambu biji, jambu air,
jambu bol, nenas, mangga, pepaya, pisang, sawo, salak,apel, anggur serta
rambutan. Bahkan di Jawa kini dicoba untuk ditanam gandum dan pohon kurma.
Bukan tidak mungkin jika lahan di Pulau Jawa dipakai dan diolah secara maksimal
untuk pertanian maka Pulau Jawa bisa sangat kaya hanya dari hasil pertanian.
PULAU KALIMANTAN
Kalimantan – Pulau Lumbung energi
Dahulu nama pulau terbesar ketiga
di dunia ini adalah Warunadwipa yang artinya Pulau Dewa Laut. Kalimantan dalam
berita-berita China (T’ai p’ing huan yu chi) disebut dengan istilah Chin li p’i
shih. Nusa Kencana” adalah sebutan pulau Kalimantan dalam naskah-naskah Jawa
Kuno. Orang Melayu menyebutnya Pulau Hujung Tanah (P’ulo Chung). Borneo adalah
nama yang dipakai oleh kolonial Inggris dan Belanda.
Pada zaman dulu pedagang asing
datang ke pulau ini mencari komoditas hasil alam berupa kamfer, lilin dan
sarang burung walet melakukan barter dengan guci keramik yang bernilai tinggi
dalam masyarakat Dayak. Para pendatang India maupun orang Melayu memasuki
muara-muara sungai untuk mencari lahan bercocok tanam dan berhasil menemukan
tambang emas dan intan di Pulau ini.
Di Kalimantan berdiri kerajaan
Kutai. Kutai Martadipura adalah kerajaan tertua bercorak Hindu di Nusantara.
Nama Kutai sudah disebut-sebut sejak abad ke 4 (empat) pada berita-berita India
secara tegas menyebutkan Kutai dengan nama “Quetaire” begitu pula dengan berita
Cina pada abat ke 9 (sembilan) menyebut Kutai dengan sebutan “Kho They” yang
berarti kerajaan besar. Dan pada abad 13 (tiga belas) dalam kesusastraan kuno
Kitab Negara Kertagama yang disusun oleh Empu Prapanca ditulis dengan istilah
“Tunjung Kute”. Peradaban Kutai masa lalu inilah yang menjadi tonggak awal
zaman sejarah di Indonesia.
Kini Pulau Kalimantan merupakan
salah satu lumbung sumberdaya alam di Indonesia memiliki beberapa sumberdaya
yang dapat dijadikan sebagai sumber energi, diantaranya adalah batubara,
minyak, gas dan geothermal.Yang luar biasa ternyata Kalimantan memiliki banyak
cadangan uranium yang bisa dipakai untuk pembangkit listrik tenaga nuklir.
Disamping itu Kalimantan juga memiliki potensi lain yakni sebagai penyedia
sumber energi botani atau terbaharui. Sumber energi botani atau bioenergi ini
adalah dari CPO sawit. Pulau Kalimantan memang sangat kaya.
PULAU SULAWESI
Sulawesi – Pulau besi
Nama Sulawesi konon berasal dari
kata ‘Sula’ yang berarti pulau dan ‘besi’. Pulau Sulawesi sejak dahulu adalah
penghasil bessi (besi), sehingga tidaklah mengherankan Ussu dan sekitar danau
Matana mengandung besi dan nikkel. Di sulawesi pernah berdiri Kerajaan Luwu
yang merupakan salah satu kerajaan tertua di Sulawesi. Wilayah Luwu merupakan
penghasil besi. Bessi Luwu atau senjata Luwu (keris atau kawali) sangat
terkenal akan keampuhannya, bukan saja di Sulawesi tetapi juga di luar
Sulawesi. Dalam sejarah Majapahit, wilayah Luwu merupakan pembayar upeti
kerajaan, selain dikenal sebagai pemasok utama besi ke Majapahit, Maluku dan
lain-lain.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar